Beranda | Artikel
Perumpamaan Nabi Isa dan Nabi Adam – Tafsir Surah Ali Imran 59
Kamis, 26 September 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Perumpamaan Nabi Isa dan Nabi Adam – Tafsir Surah Ali Imran 59 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 20 Rabiul Awal 1446 H / 24 September 2024 M.

Perumpamaan Nabi Isa dan Nabi Adam – Tafsir Surah Ali Imran 59

Dalam ayat ke-59, Allah berfirman:

إِنَّ مَثَلَ عِيسَىٰ عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ ۖ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah adalah seperti Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: ‘Jadilah’, maka jadilah dia.” (QS. Ali Imran [3]: 59).

Ayat ini merupakan bantahan terhadap keyakinan orang-orang Nasrani yang meyakini bahwa Nabi Isa adalah anak Allah. Mereka berdalih bahwa karena Nabi Isa tidak memiliki bapak, maka ayahnya adalah Allah. Namun, Allah menjelaskan bahwa perumpamaan Nabi Isa di sisi-Nya sama dengan Nabi Adam. Nabi Isa memiliki ibu tetapi tidak memiliki bapak, sedangkan Nabi Adam diciptakan tanpa ibu dan bapak. Jika mereka menyembah Nabi Isa karena tidak memiliki bapak, mengapa mereka tidak menyembah Nabi Adam yang tidak memiliki ibu dan bapak? Ini adalah bantahan yang paling tegas dari Allah terhadap keyakinan mereka.

Faedah yang dapat diambil dari ayat ini adalah:

Faedah pertama, penjelasan bahwa menegakkan hujjah adalah dengan cara seperti hujjah yang mirip dengan lawan kita. Allah membantah argumen orang-orang Nasrani dengan yang mirip dengan argumen mereka. Mereka berkata bahwa Nabi Isa adalah anak Allah karena tidak memiliki bapak. Maka Allah menggunakan perumpamaan Nabi Adam yang tidak memiliki ibu dan bapak sebagai hujjah untuk membantah mereka.

Faedah kedua, penjelasan tentang Kekuasaan Allah. Allah mampu menciptakan Nabi Adam tanpa ayah dan ibu. Hal ini menunjukkan bahwa penciptaan Nabi Isa tanpa bapak adalah sesuatu yang mudah bagi Allah.

Allah menciptakan Nabi Adam dengan tangan-Nya sendiri. Maka kaum mukminin akan mendatangi Nabi Adam di Padang Mahsyar dan berkata, “Engkau adalah bapak seluruh manusia. Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya langsung.”

Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dari berbagai jenis tanah. Maka anak-anak manusia tercipta sesuai dengan jenis tanah yang digunakan untuk menciptakan Nabi Adam. Oleh karena itu, terdapat perbedaan warna kulit di antara manusia: ada yang putih, hitam, cokelat, serta berbagai sifat karakter yang serupa dengan sifat tanah. Ada yang keras, lembut, dan yang berada di tengah-tengah. Hal ini mirip dengan tanah, karena Allah menciptakan Nabi Adam dari tanah.

Demikian pula, Allah menciptakan Hawa tanpa ayah dan ibu. Allah menciptakan Hawa dari sulbi Nabi Adam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْئٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia menganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka tercipta dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya. Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah, cara terbaik dalam memperlakukan wanita adalah dengan berbuat baik kepada mereka. Inilah ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Selain itu, Allah juga menciptakan Nabi Isa dari seorang ibu tanpa bapak. Hal ini mudah bagi Allah, sebagaimana Allah menciptakan Nabi Adam dari tanah tanpa ayah dan ibu. Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah yang luar biasa.

Faedah ketiga, yaitu penetapan adanya qiyas (analogi). Allah menyatakan bahwa perumpamaan Nabi Isa sama dengan Nabi Adam. Allah mengqiyaskan Nabi Isa dengan Nabi Adam. Dari sisi apa? Jika Nabi Isa tidak memiliki ayah, maka Nabi Adam tidak memiliki ayah dan ibu. Keduanya sama-sama tidak memiliki orang tua. Bedanya, Nabi Isa hanya tidak memiliki ayah, sedangkan Nabi Adam sama sekali tidak memiliki orang tua.

Faedah keempat, ayat ini menetapkan bahwa Allah memiliki sifat berbicara. Allah berfirman: “Kemudian Allah berkata, ‘Jadilah,’ maka jadilah.” Ini menunjukkan bahwa Allah berbicara, dan berbicara dengan suara dan huruf, sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Faedah kelima, ayat ini juga menetapkan sifat menciptakan bagi Allah. Allah berfirman bahwa Allah adalah Pencipta. Adapun manusia, tidak bisa menciptakan. Manusia hanya menemukan dan merangkai bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya, siapa yang menciptakan becak? Bahannya Allah yang ciptakan. Pesawat terbang pun hanya dirakit dari bahan-bahan yang Allah ciptakan.

Penciptaan bagi manusia adalah menciptakan sesuatu yang sudah ada bahannya, kemudian merangkainya. Sedangkan penciptaan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menciptakan segala sesuatu dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Inilah kekuasaan Allah yang hanya dimiliki oleh-Nya.

Makna Kebenaran dalam Wahyu Allah

Kita masuk ke ayat ke-60, di mana Allah berfirman:

الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ

“Kebenaran itu berasal dari Rabbmu…” Artinya, sumber kebenaran hanya berasal dari Allah, sehingga tidak perlu lagi mencari kebenaran dari selain-Nya.

Kebenaran terkadang terkait dengan hukum, dan terkadang berupa berita. Jika kebenaran berbentuk hukum, itu artinya adil. Jika kebenaran berbentuk berita, maka artinya jujur, tanpa ada kedustaan di dalamnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala Mahabenar. Segala bentuk kebenaran berasal dari Allah.

Oleh karena itu, segala sesuatu yang sesuai dengan wahyu Allah adalah kebenaran. Sebaliknya, segala yang bertolak belakang dengan wahyu Allah adalah kebatilan. Wahyu yang menjadi parameter kita dalam menilai kebenaran. Karena semua kebenaran milik Allah dan bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Faedah pertama, segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti benar. Kebenaran dari Allah bersifat mutlak. Semua perbuatan-Nya benar, dan setiap ucapan Allah juga pasti benar. Syariat Islam yang Allah tetapkan pun pasti benar. Tidak mungkin Allah melakukan kebatilan atau kesalahan.

Jika ada seseorang yang berani menyalahkan Allah, hal itu menunjukkan kebodohannya. Allah memberikan ilmu kepada manusia hanya sedikit. Sebagaimana Allah berfirman: “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS. Al-Isra`[17]: 85). Karena ilmu manusia terbatas, tidak mungkin mencapai ilmu Allah yang sangat luas. Ilmu Allah sangat sempurna, meliputi segala sesuatu. Maka, apakah manusia yang memiliki ilmu yang sangat sedikit berhak menyalahkan Allah yang memiliki ilmu sangat luas dan sempurna? Tentu yang berhak disalahkan adalah manusia.

Semua yang berasal dari Allah pasti benar. Kebenaran berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Inilah parameter yang harus kita pegang.

Faedah kedua, ayat ini juga menunjukkan keutamaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam ayat tersebut, Allah berfirman bahwa kebenaran berasal dari Rabbmu. Kata Rabb diidhafahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ini menunjukkan rububiyah yang bersifat khusus. Karena rububiyah ada dua macam: yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Di sini, Allah menyandarkan kata Rabb secara khusus kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, menunjukkan kedudukan istimewa beliau.

Faedah ketiga, larangan untuk meragukan semua berita yang berasal dari Allah. Kita tidak diperbolehkan meragukan kebenaran-Nya. Mengapa? Karena semua berita yang datang dari Allah pasti benar. Jika seseorang masih meragukan, itu seakan-akan menganggap bahwa Allah layak diragukan kebenarannya. Subhanallah.

Segala hal yang Allah kabarkan tentang perkara-perkara gaib wajib kita benarkan, walaupun tidak sesuai dengan logika atau akal kita. Contohnya adalah berita tentang terjadinya hari kiamat, kejadian di alam kubur, dan kisah-kisah kaum terdahulu. Semua itu wajib diimani. Tidak mungkin Allah berdusta, karena biasanya orang berdusta karena takut atau terpaksa. Sementara, Allah takut kepada siapa? Siapa yang bisa memberikan mudarat kepada Allah? Tidak ada yang mampu melakukannya. Maka, mustahil Allah berdusta.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian Tentang Azab yang Sangat Keras untuk Orang-Orang Kafir


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54516-perumpamaan-nabi-isa-dan-nabi-adam-tafsir-surah-ali-imran-59/